Mengkonsumsi sampai mati



Hasrat tidak akan pernah terpenuhi, keinginan terus bertambah,
Pola konsumsi kita tak lagi didasari oleh logika kebutuhan, melainkan oleh logika hasrat,
Belanja gaya hidup, membayar simbol, memborong prestise demi sebuah status,
Terombang ambing dalam imaji-imaji halusinatif dimana hasrat seolah-olah dapat direngkuh hanya dengan membeli, Meyakinkan kita bahwa dengan membeli produk sama dengan membeli kesuksesan,
Sukses menjadi idola setiap wanita dengan mempunyai tubuh berotot hanya dengan membeli susu merk ‘X’, mempunyai kendaraan sporty mentereng, atau wanita akan semakin disayang pacarnya jika membeli pemutih kulit merk ‘Y’.

Kita tak pernah sadar,jika setiap detik isi kepala kita diracuni oleh propaganda yang disebarluaskan melalui kebudayaan, media & iklan, dengan menggunakan 1001 macam metode persuasif agar terciptanya ‘kegunaan-kegunaan’ semu bagi produk-produk busuk mereka hingga ke titik paling vulgar dengan mengekploitasi hasrat seksual wanita, yang kemudian memaksa mereka membenci tubuhnya hanya karna kurang terlihat putih dan seksi atau pakaian yang dikenakan sudah tidak ‘up to date’ lagi meski masih sangat layak pakai.

Seringkali kita terjebak keglamouran dunia periklanan, terkurung dalam sebuah sistem opresif yang dikuasai oleh kaum elit kelas dominan yang memecah belah kita, membeda-bedakan kita lewat kategori-kategori seperti gender, ras, agama atau kepercayaan, dan kita lagi-lagi dipaksa untuk tidak lagi memiliki kebebasan sebagai individu, kamu tidak punya apa-apa kecuali kamu melakukan hal-hal yang ‘seharusnya’ kamu lakukan. Kamu sendirian, tidak akan ada yang menemanimu, kamu BUTUH seseorang, kamu BUTUH sesuatu. Tidak ada yang tersedia di dalam kebudayaan yang konsumtif ini kecuali kamu MEMBELINYA.

Salah satu kunci untuk bertahan dari serbuan hasrat yang bertebaran diluar sana adalah dengan kontrol akan hasrat dan kesadaran penuh mengenai hasrat kita masing-masing,
pengetahuan mendalam akan hasrat-hasrat yang muncul dalam diri kita sebetulnya bisa dirunut asal muasalnya ketika kita semakin mengenali diri kita sendiri. Dalam proses itu, kita akan semakin mengenali apa yang sebenar-benarnya kita inginkan, tanpa pengaruh dari pihak manapun selain diri kita sendiri.
Disanalah kemudian esensi dari kehidupan manusia mulai menunjukan tanda-tanda kehidupan yang riil.
[nas]

0 komentar:

Posting Komentar