Bila Qur’an bisa bicara

Waktu engkau masih kanak-kanak, kau laksana kawan sejatiku. Dengan wudhu, aku sering kau sentuh. Dalam keadaan suci, Aku selalu kau pegang, kau junjung dan kau pelajari, Aku engkau baca dengan suara lirih ataupun keras setiap hari, setelah selesai engkau menciumku dengan sangat mesra.

Sekarang engkau telah dewasa, nampaknya kau sudah tak berminat lagi padaku, apakah kau sudah tak berminat lagi padaku? Apakah aku bahan bacaan usang yang tinggal sejarah? Menurutmu, mungkin aku bahan bacaan yang tidak menambah pengetahuanmu, atau menurutmu aku hanya untuk anak kecil yang belajar mengaji, sekarang engkau lupa dimana Aku tersimpan, Aku sudah engkau anggap hanya sebagai pengisi lacimu.
Kadang kala Aku dijadikan mas kawin agar engkau dianggap bertaqwa, Atau Aku kau buat penangkal untuk menakuti iblis dan syaitan, Kini Aku lebih banyak tersingkir, dibiarkan dalam kesendirian, kesepian di dalam lemari, di dalam laci, Aku engkau simpan.

Dulu…pagi-pagi…surah-surah yang ada padaku engkau baca beberapa halaman, di waktu petang kau baca beramai-ramai bersama temanmu di surau, sekarang, di awal pagi sambil minum kopi…engkau baca surat kabar, dahulu…waktu lapang engkau membaca buku karangan manusia, sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang datang dari Allah Azzawajalla, Engkau abaikan dan engkau lupakan…

Di meja kerjamu tidak ada Aku untuk kau baca sebelum kau mulai kerja, di komputermu pun kau putar musik favoritmu, jarang sekali kau putar ayat-ayatku…E-mail temanmu yang ada ayat-ayatku pun kau abaikan, Engkau terlalu sibuk dengan urusan dunia mu, benarlah dugaanku bahwa engkau kini sudah benar-benar hampir melupakanku.
Bila malam tiba engkau membuka mata berjam-jam di depan TV, menonton siaran televisi, di depan komputer berjam-jam engkau betah duduk hanya sekedar membaca berita murahan dan gambar sampah, waktupun cepat berlalu…aku semakin kusam dalam lacimu, mengumpul debu atau mungkin dimakan kutu busuk.

Seingatku, hanya awal Ramadhan engkau membacaku kembali, itupun hanya beberapa lembar dariku. Dengan suara dan lafadz yang tidak semerdu dulu, engkaupun kini terbata-bata ketika membacaku, atau waktu kematian saudara atau taulanmu.
Bila engkau di kubur sendirian menunggu sampai kiamat tiba, engkau akan diperiksa oleh para malaikat suruhan-Nya, apakah TV, radio, hiburan atau komputer, dapat menolong kamu? Yang pasti ayat-ayat Alloh SWT yang ada padaku menolong mu itu janji Tuhanmu.

Sekarang engkau begitu enteng membuang waktumu…setiap saat berlalu…dan akhirnya…kubur yang setia menunggumu…engkau pasti kembali, kembali kepada Tuhanmu, jika aku engkau baca selalu dan engkau hayati…di kuburan nanti…Aku akan datang sebagai pemuda gagah nan tampan yang akan membantu engkau membela diri dalam perjalanan di akhirat. Dan akulah “Al-Qur’an”. Kitab sucimu yang senantiasa setia menemani dan melindungimu.

Peganglah Aku kembali…bacalah aku kembali aku setiap hari, karena ayat-ayat yang ada padaku adalah ayat-ayat suci, yang berasal dari Allah Azzawajalla, Tuhan yang maha pengasuh dan maha pemurah yang disampaikan oleh Jibril melalui Rasulmu, keluarkanlah segera Aku dari lemari dan lacimu…letakan aku selalu di depan meja kerjamu, agar engkau senantiasa mengingat Tuhanmu, Sentuhlah aku kembali…
Baca dan pelajari lagi Aku…

Setiap datangnya pagi, petang dan malam hari walau satu ayat seperti dulu…waktu engkau masih kecil, di Surau kecil kampungmu yang damai, janganlah engkau biarkan aku sendiri…dalam bisu dan sepi…

*dicomot dari web sebelah...tapi sayangnya saya tidak tahu siapa yang membuat tulisan ini.

THE FUTURE IS NOW!

Mengawali tahun baru Islam 1431 H, umat muslim seluruh dunia memperingatinya seperti halnya umat non-muslim merayakan tahun baru masehi, bedanya, jika perayaan yang dilakukan umat muslim lebih kepada ritual ibadah dengan tujuan mendekatkan diri kepada sang Kholiq, umat non-muslim merayakan tahun baru dengan bersenang-senang semalam suntuk di alam bebas.

Di Indonesia sendiri, pergantian tahun dirayakan dengan sangat meriah, namun sangat disayangkan negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia ini, mayoritas umatnya lebih antusias merayakan tahun baru masehi daripada tahun hijriah, khususnya generasi muda, padahal filosofi tahun hijriah sarat akan nilai sosial dan moral untuk dipelajari, seperti pada waktu pertama kali tanggal hijriah diperingati adalah untuk mengabadikan hijrahnya Nabi Muhammad saw, yang sudah menempuh perjalanan dari Makkah ke Yatsrib (Madinah) bersama beberapa sahabat beberapa abad lalu dalam mengembangkan agama islam, hijrah yang tidak hanya membutuhkan kesiapan fisik tapi juga mental rohaniah, karena mereka harus rela meninggalkan kota kelahiran yang sangat dicintainya menuju daerah lain, meninggalkan harta dan berpisah dari sanak saudaranya, demi mengharap Rida Allah SWT semata, mereka juga berhijrah dengan meninggalkan kakafiran dan kezaliman, kebejatan moral serta kesemrawutan sosial. Tegasnya, mereka berhijrah dari keburukan kepada kebaikan, kepada ajaran dan tuntunan Allah SWT.

Oleh karena itu, sudah sepantasnya ‘spirit’ tahun baru hijriah yang berawal dari peristiwa Hijrahnya Rasululloh saw dijadikan momentum bagi kita sebagai umat muslim untuk hijrah diri dengan meninggalkan hal-hal yang negatif dan menggantinya dengan hal-hal yang positif, ‘spirit’ berharga yang harus memacu kita untuk bangkit dari krisis spiritual yang berkepanjangan, karena ‘spirit ‘ ini tidak bisa diperoleh dari perayaan tahun baru masehi yang hanya berakhir dengan pesta kembang api, jadi tunggu apa lagi? Mari kita mulai revolusi diri kita masing-masing karena masa depan adalah saat ini!